KUMPULAN POSTINGAN, ARTIKEL & EBOOK :

Jumat, 11 Agustus 2017

MENYOAL PATUNG DAN KEIMANAN : SEBUAH DIALOG IMAJINER


Belakangan ini, banyak orang sedang ramai membahas tentang patung. Hal ini tidak terlepas dari fenomena keberadaan patung dewa perang Kongco Kwan Sing Tee Koen yang berada Klenteng Kwan Sing Bio, Jalan R.E. Martadinata, Kabupaten Tuban. Dan topik ini juga yang menjadi bahan diskusi antara Joko dan Bowo ketika sedang santai-santai yang berangkat dari berita di televisi yang sedang mengangkat persoalan seputar patung dewa perang Kongco tersebut.

Joko  :   Mengapa sih mereka-mereka pada mempersoalkan keberadaan patung Dewa Kongco ?

Bowo : Ya jelas lah. Itu kan bisa merusak akidah.

Joko  :  Gimana bisa keberadaan patung itu merusak akidah ?

Bowo :  Ya jelas lah. Patung itu kan berhala.

Joko  :  Ya terus bagaimana bisa itu merusak akidah orang lain ?

Bowo : Ya kamu lihat saja tuh, patungnya kan besar banget.

Joko  :  Iya terus kalau besar emangnya kenapa ?

Bowo : Iya serem lah. Jadi tempat tinggal setan.

Joko  :  Lah kok jadi bawa-bawa alias nyalahin setan ? Lah aku kan nanya bagaimana bisa patung itu merusak akidah orang lain misalnya akidah sampeyan.

Bowo : Ya pokoknya bisa merusak akidah saja.

Joko  :  Ah sampeyan ini aja yang mungkin akidahnya lemah. Masa kalah sih sama orang beragama lain. Mereka tiap hari mendengarkan azan sebanyak 5 kali. Apalagi tuh si Susan yang tinggalnya dekat masjid sementara dia agamanya adalah Kristen, tapi gak terganggu tuh akidah Kristennya.

Bowo :  (Terdiam)

Joko  :  Lagipula bagaimana bisa patung itu mempengaruhi akidah orang lain. Lah mereka kan gak bisa ngapa-ngapain, mereka gak bisa bergerak maupun bicara ?

            Nah lucunya, kamu kok malah bilang serem lah, begini lah, begitu lah, seolah-olah patung itu gimana gitu. Atau jangan-jangan tauhid kamu sendiri yang bermasalah.

Bowo : Nah di situlah bodohnya mereka. Sudah tahu patung itu tidak bisa ngapa-ngapain, kok mereka sembah-sembah.

Joko  :  Ah masa sih mereka menyembah patung tersebut ?

Bowo : Kamu lihat sendiri aja tuh mereka-mereka kalau sedang ibadah. Mereka jelas-jelas kelihatan menyembah patung tersebut.

Joko  :   Kamu sudah pergi haji atau umroh atau setidak-tidaknya pernah lihat tentang orang menunaikan ibadah haji atau umroh ?

Bowo  : Kalau pergi haji sih belum. Tapi kalau umroh, aku sudah pernah yaitu 3 tahun lalu. Semoga saja aku bisa segera menunaikan ibadah haji.

Joko  :  Nah ketika kamu berumroh, bukannya kamu menyembah batu tuh.

Bowo : Maksudnya ?

Joko  :  Lah itu, kamu muterin ka’bah. Ka’bah kan terbuat dari batu. Apalagi tidak sedikit juga yang berusaha mencium hajar aswad (batu hitam) yang hanya ada di salah satu sisi Ka’bah. Nah itu bukannya kamu menyembah batu ?

Bowo : Wah, tidaklah. Aku menyembah Allah bukannya menyembah batu. Aku kan melakukan itu karena Allah.

Joko  :  Nah itu dia. Mereka pun kalau ditanya akan jawabnya sama dengan kamu. Mereka tidak menyembah patung tersebut. Mereka menyembah di balik realitas dari patung tersebut, yaitu Tuhan. Patung itu bagi mereka hanyalah media saja. Cara kerja otak itu konkrit. Oleh karena itu, agar lebih bisa menghayati keberadaan Tuhan, mereka butuh media. Kalau dalam bahasanya Immanuel Kant, patung itu hanyalah fenomena. Namun yang mereka sembah bukanlah fenomena, melainkan nomena, realitas di balik apa yang nampak tersebut.

Bowo  : Ah itu kan kata mereka.

Joko  :  Mereka pun juga menilai yang kurang lebih sama terhadap kita. Bahkan mungkin dianggap lebih aneh lagi. Bayangkan saja, kita menghabiskan uang, waktu dan sumber daya lainnya hanya untuk memutari ka’bah yang terbuat dari batu. Kita menganggapnya tidak aneh karena kita melihatnya dari sisi kita.

Bowo : Ah sebodo amat dengan pandangan mereka.

Joko  :  Persis. Biarkanlah mereka juga dengan pandangan mereka. Bagi kita agama kita, dan bagi mereka agama mereka. Kita gak usah mengusik agama dan keyakinan mereka.

Bowo : Kita mah gak mengusik agama mereka. Tapi persoalannya kan patung Kongco itu gak punya IMB-nya.

Joko  :  Ya kalau persoalannya adalah masalah ijin, ya itu berarti kan urusan pemerintah daerah, bukan urusan kita. Jadi, ya tinggal diselesaikan saja permalahan ijinnya.

             Ngomong-ngomong mushola di kampung kita sudah ada IMB-nya belum ya ?

Bowo : Au ah, gelap. (Jawab Bowo dengan ketus)

Joko  :  Ya sudah, kita berlomba-lomba saja dalam kebaikan. Kita tunjukkan diri kita sebagai muslim dengan berprestasi dan menjadi yang terbaik serta menunjukkan akhlak yang baik.


-------------------------

Penulis :

Max Hendrian Sahuleka

http://max-sahuleka.blogspot.com

RELATED POST :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar