Belakangan
ini tengah ramai dan menjadi viral berita seputar dikucurkannya dana sebesar Rp
1,5 triliun kepada PBNU.
Berita ini
semakin menjadi hot topic karena
berita ini menjadi viral ketika HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) dibubarkan. Berita ini langsung membentuk
opini tertentu terhadap NU yang merupakan salah satu ormas besar di Indonesia
dan mungkin ini kemudian dikaitkan dengan dibubarkannya HTI.
Tidak
sedikit masyarakat yang langsung termakan dengan berita yang telah menjadi
viral tersebut. Bahkan sosok seperti Emha Ainun Najib yang akrab dipanggil Cak
Nun juga langsung termakan dengan berita tersebut tanpa melakukan cross check
informasi dan menganalisanya atau bertabayyun dengan tokoh-tokoh NU. Padahal
tidak sulit bagi Cak Nun untuk bertabayyun dengan tokoh-tokoh NU mengingat
beliau juga dekat dengan tokoh-tokoh NU.
Saya pun
tidak berani langsung berkomentar mengenai hal ini hingga saya sampai taraf
yakin untuk mengeluarkan pendapat mengenai hal ini. Karena sering kali yang
terjadi informasi yang ada sifatnya hoax, atau sebuah informasi yang digoreng
kembali dan kemudian disajikan pada saat yang tepat untuk membentuk suatu
opini.
Dalam era
teknologi informasi dan komunikasi, informasi bebas berkeliaran. Oleh karena
itu, perlu kearifan untuk membacanya dan kemudian bersikap. Salah satu bentuk kearifan
tersebut adalah dengan melakukan cross check informasi kepada sumber informasi
lain sebanyak-banyaknya. Jika perlu melakukan tabayyun dengan tokoh-tokoh terkait
dalam hal tersebut.
Mengingat
besarnya kemungkinan adanya penggorengan kembali sebuah berita atau informasi,
maka salah satu upaya memahami sebuah berita dan informasi adalah dengen
menelusurinya secara kronologis.
Salah satu
media online yang menggoreng kembali berita ini adalah “kabarsatu.news” yang
menggulirkan berita dan informasi ini pada tanggal 14 Juli 2017 dengan headline
berita yang bisa langsung menggiring opini tertentu, yaitu “Mantap, PBNU Dapat Kucuran Dana Rp 1,5 Triliun dari Kementerian
Keuangan” (http://www.kabarsatu.news/2017/07/mantap-pbnu-dapat-kucuran-dana-rp-15.html)
Dan terkait berita dan informasi tentang dana Rp 1,5 triliun ini,
nampaknya saya ingin menjelaskan mana yang merupakan fakta, opini dan hoax. Sering kali masyarakat tidak bisa membedakan mana yang merupakan fakta, opini dan hoax.
Yang menjadi fakta adalah
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menandatangani nota kesepahaman dengan Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) terkait penyaluran kredit ultra mikro yang
berjumlah Rp 1,5 triliun. Penandatanganan nota kesepahaman ini juga dilakukan
oleh Menteri Koperasi dan UKM, Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga.
Opini yang
bermunculan ada bermacam-macam, terlebih lagi ketika berita dan informasi digoreng
kembali dan diviralkan pasca pemerintah membubarkan HTI sehingga mengkaitkan
nota kesepamahaman tersebut dengan pembubaran HTI.
Opini akan
semakin berkembang dan liar ketika masyarakat tidak mau membaca dengan utuh
sebuah berita dan informasi, merasa cukup dengan headline yang ada pada sebuah
berita dan informasi. Sebagai contoh, apa yang diberitakan oleh “kabarsatu.news”.
Jika kita mau membaca dengan cermat berita dan informasi yang ada di dalam link
di atas, maka kita akan dapat mengetahui dengan benar berita dan informasi
mengenai hal ini, yaitu bahwasannya Menteri Keuangan, Sri Mulyani,
menandatangani nota kesepahaman dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
terkait penyaluran kredit ultra mikro yang berjumlah Rp 1,5 triliun.
Penandatanganan nota kesepahaman ini juga dilakukan oleh Menteri Koperasi dan
UKM, Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga.
Namun ketika
pembaca hanya berhenti pada headline berita, yaitu “Mantap, PBNU Dapat Kucuran Dana Rp 1,5 Triliun dari Kementerian
Keuangan”, maka ini menjadi kesan seolah-olah PBNU telah memperoleh dana
secara cuma-cuma dari pemerintah sebesar Rp 1,5 Triliun.
Dan ketika
seseorang menyebarkan berita dan informasi bahwa PBNU telah memperoleh dana
secara cuma-cuma dari pemerintah sebesar Rp 1,5 Triliun maka ini merupakan hoax.
Inilah
media, berusaha membentuk opini melalui headline berita yang disajikan. Entah
tujuannya memang karena untuk menggiring opini maupun untuk menaikkan
ratingnya.
Oleh karena
itu, saya cukup mengapresiasi yang objektif dan apa adanya ketika mengangkat
headline berita terkait hal ini, yaitu “Sri
Mulyani Teken MoU dengan PBNU, Salurkan Kredit Rp 1,5 Triliun”. (https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/3430489/sri-mulyani-teken-mou-dengan-pbnu-salurkan-kredit-rp-15-t)
Ada beberapa
hal yang perlu digarisbawahi terkait berita dan informasi tersebut, yaitu :
1.
Dana
tersebut merupakan sebuah kredit
Kredit
adalah istilah lain untuk hutang. Dan yang namanya hutang adalah harus
dikembalikan. Jadi, jika ada yang mengatakan bahwa PBNU memperoleh dana secara
cuma-cuma sebesar Rp 1,5 triliun maka itu merupakan sebuah hoax.
2.
Kredit
tersebut adalah untuk kredit ultra mikro
Meskipun
dana Rp 1,5 triliun merupakan sebuah hutang, ini pun secara spesifik
diperuntukkan untuk Usaha Kecil dan Menengah, bahkan yang Ultra Mikro. Dan ini
dalam rangka untuk menumbuhkan dan meningkatkan perekonomian di Indonesia.
Dan satu hal
yang perlu menjadi catatan, setidak-tidaknya sepengetahuan saya, yang namanya penyaluran
kredit untuk UKM maupun Ultra Mikro sifatnya tidaklah pernah langsung diberikan
begitu saja. Mekanisme yang umum terjadi adalah bersifat gradual atau bertahap
dan mengajukan daftar para pelaku UKM Ultra Mikro yang akan menerima kredit
tersebut.
Dan terakhir
yang sangat perlu ditekankan adalah bahwa nota kesepemahaman antara Menteri
Keuangan dan PBNU ini ditandatangani pada tanggal 23 Februari 2017. Artinya,
nota kesepemahanan ini ditandatangani jauh sebelum Perppu Nomor 2 tahun 2017 disahkan
oleh Pemerintah yaitu pada tanggal 10 Juli 2017 dan pernyataan pemerintah secara
resmi mengenai pembubaran HTI pada tanggal 19 Juli 2017.
Jadi,
konteks nota kesepemahaman antara Menteri Keuangan dan PBNU ini tidaklah ada
hubungannya sama sekali dengan Perppu No. 2 tahu 2017 maupun dengan pembubaran
HTI.
Sebagai
penutup, marilah kita bersikap bijak dalam menyikapi setiap berita dan
informasi yang kita peroleh dengan membaca berita dan informasi tersebut secara
cermat dan melakukan crosscheck berita dan informasi tersebut dari berbagai
sumber lain, jika perlu melakukan tabayyun dengan tokoh-tokoh yang ada dan
disebutkan dalam berita dan informasi tersebut.
Jakarta, 24 Juli 2017
Max Hendrian Sahuleka
http://max-sahuleka.blogspot.com
Jakarta, 24 Juli 2017
Max Hendrian Sahuleka
http://max-sahuleka.blogspot.com
Biasalah pelakunya adalah kaum bumi datar. NU terlalu besar bagi mereka sehingga satu satu nya jalan ya cuma fitnah
BalasHapus