KUMPULAN POSTINGAN, ARTIKEL & EBOOK :

Selasa, 08 Agustus 2017

BELAJAR TOLERANSI DARI NEGERI TETANGGA DAN BAGAIMANA MENGHARGAI SENI BUDAYA

Belakangan ini, negeri ini ramai meributkan fenomena keberadaan patung dewa perang Kongco Kwan Sing Tee Koen yang berada Klenteng Kwan Sing Bio, Jalan R.E. Martadinata, Kabupaten Tuban.

Namun dalam postingan atau tulisan ini, saya ingin mengajak rekan-rekan sekalian untuk melihat sejenak ke negeri tetangga untuk mendapatkan sebuah perspektif yang lebih luas dalam menilai dan melihat fenomena seputar patung dewa perang Kongco Kwan Sing Tee Koen.

Ada yang tahukah rekan-rekan patung yang ada gambarnya di sebelah kanan ini ? Patung apakah ini dan berada di negara mana ?

Patung yang gambarnya ada di sebelah kanan ini adalah Patung Dewa Perang Murugan yang ada di Batu Caves, Selangor, Malaysia, yang jaraknya 13 km dari Kota Kuala Lumpur yang merupakan ibukota Malaysia.

Saya pun pernah ke sana sekitar 3 tahun lalu bersama isteri saya.

Mengapa saya ingin mengangkat keberadaan patung Dewa Perang Murugan di Batu Caves Malaysia ini ?

Pertama, selama ini saya menilai Indonesia jauh lebih demokratis dibandingkan Malaysia di mana dalam demokrasi menjunjung tinggi toleransi. Penilaian saya ini didasarkan pada bentuk pemerintahan Malaysia yaitu monarki konstitusional, sedangkan bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik. Kedua, Malaysia termasuk negeri yang mayoritas penduduknya adalah muslim dan dikenal juga sangat intens menerapkan syariat islam. Ketiga, Malaysia adalah negeri tetangga kita yang satu rumpun dengan kita, yaitu Melayu.

Patung Dewa Perang Murugan di Malaysia ini tingginya adalah 42,7 meter yang terbuat dari baja dengan berat 250 ton dan dilapisi dengan cat emas sebanyak 300 liter yang dibangun / diciptakan oleh K. Thomboosamy Pillai, seorang warga Malaysia yang lahir di Singapura, pada tahun 1850.

Berdiri sejak tahun 1850, ini artinya patung tersebut telah berdiri selama 167 tahun. Dan sejauh informasi yang saya ketahui, tidak ada satupun upaya untuk menghancurkan atau menutupi dengan kain terhadap patung tersebut.

Apakah keberadaan patung tersebut telah merusak akidah warga muslim di Malaysia ? Sejauh yang saya ketahui, jumlah muslim di Malaysia justru semakin bertambah jumlahnya. Dari pertambahan jumlah muslim di Malaysia, setidak-tidaknya dapat ditarik kesimpulan bahwa keberadaan patung Dewa Perang Murugan di Malaysia ini sama sekali tidak mengganggu apalagi merusak akidah umat islam di Malaysia.

Dan di Batu Caves bukan hanya ada patung Dewa Perang Murugan, melainkan juga ada banyak patung-patung lainnya. Begitu kita masuk ke Batu Caves dan menuju pelataran parkir, kita akan disambut oleh patung Hanoman yang besar.

Dan di belakang Patung Hanoman berukuran raksasa, ada Kuil Hanoman yang merupakan salah satu kuil untuk memuja Dewa Hanoman. Selain itu, terdapat patung Rama berukuran biasa.


Dan masih banyak lagi patung-patung lainnya di Batu Caves ini. Hingga saat ini, umat muslim di Malaysia tidak ada yang mempersoalkan keberadaan patung-patung di Batu Caves ini dan menganggapnya sebagai sesuatu yang dapat merusak akidah.

Seandainya mereka-mereka ini menganggap dapat merusak akidah, ya tidak usah datang ke Batu Caves, simple kan ? Gitu aja kok repot :)

Saya sendiri berkunjung ke sana dan tidak sedikit pun akidah saya tergoyahkan. Bahkan ini semakin saya dekat dengan Allah. Loh kok bisa ? Bagaimana tidak, jika saya takjub dengan patung berukuran besar yang merupakan ciptaan manusia, maka bagaimana bisa saya tidak takjub dengan ciptaan Allah yang luar biasa besarnya, yaitu alam semesta dengan segala isinya.

Dalam konteks makro, keberadaan patung berukuran raksasa tersebut dapat menjadi objek wisata yang menarik sehingga dapat menarik wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Dan ini artinya dapat menghidupkan perekonomian negara, khususnya perekonomian masyarakat di daerah tersebut.

Jika yang dipersoalkan adalah masalah perijinan, apakah patung-patung yang ada di Batu Caves Malaysia ini memiliki perijinan ? Jika umat islam di sana mau mencari-cari alasan, maka bisa saja alasan perijinan akan diangkat. Bagaimana bisa ada ijinnya secara sah, keberadaan patung Dewa Perang Murugan tersebut kan sejak tahun 1850, sedangkan Malaysia baru mendeklarasikan kemerdekaan dan resmi menjadi negara pada tanggal 31 Agustus 1957. Kalau mau mencari-cari alasan, pasti akan ada dalil untuk membenarkannya.

Nampaknya kita perlu belajar banyak dari Malaysia dalam hal toleransi dan menghargai seni budaya. Tapi di sinilah saya merasa sedih, masa sih Indonesia yang menerapkan sistem republik dan demokrasi ini justru harus belajar toleransi ke Malaysia yang menerapkan sistem Monarki Konstitusional yang bisa dikatakan tidak demokratis.

Salam NKRI.

Max Hendrian Sahuleka

RELATED POST :

2 komentar:

  1. iman tanpa pengetahuan sesat; kelompok yg menolak adanya patung Kongco Kwan Sing Tee Koen yang berada Klenteng Kwan Sing Bio, Jalan R.E. Martadinata, Kabupaten Tuban, sesat cara brpikirnya bro!

    BalasHapus
  2. Ketakutan yg gak beralasan, kayaknya iman muslim dinegara kita mudah goyang sehingga sedikit sedikit takut, hal paling gampang saat ramadhan, kenapa warung warung harus tutup? Kan kasihan para pedagang yg juga mau lebaran, klu gak boleh buka dagangannya, kenapa harus takut dan minta dihormati, sementara harusnya yg berpuasa hrs lbh toleran kepada rakyat kecil, mereka juga butuh nafkah dan kebutuhan menjelang lebaran. Negeri kita ini memang negeri yg aneh....

    BalasHapus